Liberika

     Sama halnya dengan arabika dan robuta, liberika merupakan salah satu jenis biji kopi yang ada di dunia, namun bagi sebagian penikmat kopi biji kopi liberika masih cukup asing karena peredaran dan pembudidayaannya masih sangat jarang karena jenis kopi ini merupakan kopi minoritas penikmatnya. kopi yang dihasilkan oleh tanaman COFFEA LIBERICA ini pada awalnya dikenal sebagai tanaman kopi liar yang berasal dari liberika, namun pada dasarnya jenis kopi ini ditemukan juga tumbuh di daerah Afrika.

          Liberika merupakan kopi yang memiliki kadar kafein paling tinggi dibandingkan Arabika dan Robusta, yaitu sekitar 5%. Secara umum kopi Liberika jarang dikembangkan secara komersial di dunia maupun di Indonesia, padahal Liberica memiliki rasa yang unik, peralihan antara Robusta menuju Arabika. Body Liberika menyerupai Robusta yang kuat, begitu juga tingkat kepahitannya. Namun, ketika disangrai dengan kondisi yang sesuai maka didapatkan kesan yang menyerupai rasa kacang-kacangan, aroma sayur, serta buah-buahan tropis. Di Indonesia, terutama Jambi, pemrosesan pasca panen Liberika dilakukan dengan metode natural / kering. Karena kulit buah Liberika lebih tebal dibandingkan kulit buah Arabika dan Robusta, pemrosesan natural pada Liberika kerap mencapai tahapan over-fermented, di mana rasa dan aroma buah nangka muncul secara dominan. Oleh sebab itulah, kopi Liberika dari Jambi (dan beberapa daerah lainnya di Indonesia) sering disebut sebagai Kopi Nangka.
     
     Dari segi buah, kopi liberika memiliki buah dengan ukuran ang relatif besar, memiliki bentuk bulat dan juga lonjong lain halnya dengan kopi arabika dan robusta yang memiliki bentuk khusus, bedanya kopi liberika memiliki ukuran yang cukup besar yaitu sekitar 18 - 30 mm tiap bijinya,dalam satu buah terdapat 2 biji kopi yang masing - masing memiliki panjang sekitar 7 - 15 mm, dengan kata lain dari seluruh jenis kopi yang ada liberika merupakan jenis koi yang memiliki ukuran biji paling besar diantara yang lainnya. Namun perlu diketahui meskipun memiliki ukuran yang besar, biji kopi liberika memiliki bobot buah kering hanya 10% dari bobot buah basah, inilah yang menjadi alasan para petani/ pembudidaya kopi untuk tidak membudidayakan biji kopi liberika secara besar besaran karena penyusutan bobot yang drastis ketika panen dengan kopi siap olah, kerugian yang cukup besar menjadi dampak negatif pembudidayaan biji kopi liberika. 
      Habitat tumbuh kopi liberika berada di wilayah tropis dengan ketinggian 400 - 600 mdpl dengan maksimal ketinggian pohon sekitar 9 m, untuk suhu  yang ideal bagi pertumbuhan kopi ini yaitu 24 - 30 derajat C dengan curah hujan antara 1500 - 2500 mm pertahun. dari ukuran daun, cabang , bunga , buah dan pohon kopi liberika memiliki ukuran yang lebih besar dari kopi arabika maupun robusta, namun untuk spesifikasinya masih memiliki kemiripan dengan keduanya, dalam satu cabang primer pohon kopi liberika bisa bertahan lebih lama dan berbunga serta berbuah lebih dari satu kali beda halnya dengan arabika dan robusta, yang menjadi kelemahan pohon kopi liberika yaitu sangat mudah terserang penyakit karat daun karena pohon ini memiliki sifat pertumbuhan liar, kualitas buah yang dihasilkan terbilang rendah dengan ukuran dan bentuk buah yang tak rata/ bentuknya tidak tetap.
    Di indonesia sendiri kopi liberika pertama kali dibawa oleh bangsa belanda sekitar abad 19, awalnya kopi jenis ini didatangkan untuk menggantikan kopi arabika yang terserang penyakit karat daun namun seperti yang diketahui sebelumnya ternyata usaha ini gagal karena jenis kopi ini juga sangat rentang terhadap serangan penyakit yang sama. Populasi untuk saat ini kopi liberika ditanam secara terbatas di wilayah Afrika dan Asia, jika di ukur secara global produksinya sangat jauh dibawah arabika dan robusta, Di indonesia kopi jenis ini dapat di temukan di wilayah jambi dan bengkulu dengan produksi dan pembudidayaan yang minimalis, lain halnya di daerah pedalaman di kalimantan, kopi liberika merupakan jenis tanaman rimba yang tersebar dan selama beratus - ratus tahun sudah dijadikan minuman tradisional suku Dayak.

Komentar